Home » » Membangun Budaya Amanah

Membangun Budaya Amanah

Oleh: Makmun Nawawi

Suatu kali Rasulullah pernah berjanji kepada Abdullah bin Abdul Haitsma
untuk datang ke suatu tempat yang disepakati pada hari tertentu. Abdullah
lupa untuk singgah di tempat yang disepakati tersebut. Tiga hari kemudian,
ia teringat janjinya dan pergi ke tempat itu. Di sana ia kaget, ternyata
Muhammad masih menunggunya di hari yang ketiga.

Demikianlah pesona amanah yang memancar dari Nabi kita, yang sudah melekat
jauh sebelum baginda memperoleh kenabian. Di tengah kaumnya, beliau adalah
yang paling utama kepribadiannya, paling jujur tutur katanya, paling patuh
memenuhi janji, dan paling bisa dipercaya, sehingga masyarakat menggelarinya
al-Amin (yang dapat dipercaya).

Setelah baginda menjadi Nabi dan Rasul Allah, sifat amanah tidak hanya
menempel pada perilakunya, tapi juga meluncur dari ujarannya. Maka, Nabi pun
bersabda dalam sebuah ungkapan yang mengekspresikan kebesaran jiwa
pengucapnya, "Tunaikanlah amanah terhadap orang yang mengamanatimu dan
janganlah berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu," (HR Ahmad dan Abu
Dawud).

Jadi, Islam bukan hanya memerintahkan membangun budaya amanah yang terbukti
memberikan makna positif bagi sebuah jalinan interaksi sosial, tapi juga
membekali umatnya agar tidak terseret ke dalam arus budaya destruktif yang
acapkali meruntuhkan pilar-pilar kekuatan dan keharmonisan hubungan sosial.
Ketika muncul benih budaya khianat --orang sangat sulit dipegang kata dan
janjinya, jangan kemudian malah dibesar-besarkan dan dipelintir sedemikian
rupa sehingga tampak bersih, tapi harus dibasmi dengan sikap amanah dan
kejujuran. Lebih-lebih ketika perilaku dusta dan khianat sudah menggurita
dari tingkat bawah sampai tingkat atas, sikap amanah menjadi sangat mahal
dan langka sekali.

Padahal, sikap bajik ini punya arti besar bagi pelakunya. Dalam bisnis,
misalnya, kita tahu bahwa kepercayaan adalah modal dasar darinya. Sekali
saja kepercayaan itu dinodai, maka rekan usaha akan kapok, sehingga Nabi
menyatakan, "Sifat amanah mengundang datangnya rezeki, dan khianat
mengundang datangnya kefakiran," (HR ad-Dailami).